-->

Tips Kesehatan

PENCARI IMPIAN KEUANGAN

PENCARI IMPIAN YANG JADI MIMPI BURUK KEUANGAN



Konon hiduplah seorang pemuda yang baru lulus kuliah dan sudah mendapat pekerjaan. Pada saat masih muda, biasanya cashflow kita adalah cashflow orang miskin. Kita indekos, kemana mana naik motor, uang selalu habis untuk rokok. Kalau punya uang mejeng dengan jisamsu.
Kalau sedang bokek rokoknya cap bola dunia yang mirip lambang NU itu.

Kemudian bertemulah dengan pujaan hati. Seorang guru perempuan yang sudah mendapat tunjangan mengajar. Gaji besar, digabung menjadi tambah besar. Mereka memutuskan menikah, hidup seperti surga, gaji dua orang lebih dari cukup untuk hidup berdua di kontrakan. Mulailah rasan rasan untuk membeli rumah sendiri. Apalagi mertua sanggup membayar uang mukanya. Pihak bank dan orang sekitar juga mengatakan bahwa rumah adalah investasi yang bagus. Kesalahan awal sudah dibuat karena rumah adalah beban, bukan aset. Mengeluarkan uang untuk membeli rumah bukan investasi tetapi biaya.

Mulailah mereka hidup dengan beban cicilan. Tidak masalah, gaji berdua masih cukup. Kemudian si wanita hamil, dunia terasa lebih cerah lagi. Bayi itu aset atau beban ya ?

Setelah lahir si bayi, pengeluaran untuk susu meningkat. Si pemuda mulai ambil lembur untuk mengatasi hal itu. Kemudian lahir bayi ke dua. Diputuskan isteri ambil S2 supaya bisa jadi kepala sekolah. Setelah jadi kepala sekolah, tunjangan meningkat, malu kalau tidak pakai mobil. Mulai mencicil mobil. Beban tambah berat, si pemuda melamar pekerjaan baru, dapat dengan gaji naik 2x lipat. Wooow . .. dengan gaji sebesar itu, rumah

jadi terasa sempit. Mereka memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih besar. Akad kredit diperbarui, tumah yang besar butuh listrik yang lebih besar, perabotan lebih banyak, anak anak butuh suster dan perlu menambah pembantu. Lama-lama terasa uang tidak cukup lagi untuk cicilan, perawatan rumah, gaji pembantu dan pengeluaran lain. Mereka kemudian mendirikan bisnis sampingan di samping rumah. Bisnis fotokopi yang dikelola adik.

Pemasukan bertambah dari bisnis itu. Rasanya butuh mobil ke dua, supaya masing masing bisa naik mobil sendiri sendiri. Rumah juga diperluas. Akhirnya pemasukan pas lagi dengan pengeluaran, terkadang malah kurang sehingga harus buka kredit baru. Stress meningkat, sendok jatuh
sudah bisa menjadi bahan pertengkaran. Aki mobil rusak sudah bisa jadi bahan saling menyalahkan krn pas belum ada uang untuk membelinya. Semakin hari hidup semakin seperti neraka.
Ada uang milik komite yang dipegang kepala sekolah . . . emmm mungkin
ini bisa jadi solusi sementara . . .?

Kebutuhan terus menerus bertambah. Cashflownya kadang ke kelas menengah, tapi lebih sering ke cashflow orang miskin. Uang seperti lewat begitu saja. Persis seperti mengisi ember bocor.

Mereka seperti LARI DIATAS TREADMILL, yang disebut hedonic treadmill. Konsep ini diperkenalkan oleh dua orang ilmuwan bernama Philip Brickmann dan Donald Campbell. Inti dari konsep hedonic treadmill adalah hedonic adaptation. Bagaimana kita ternyata cenderung kembali pada standar kebahagiaan hidup yang sebelumnya.

Saat pertama beli suzuki carry, sudah bagus. Begitu keluar avanza, ada perasaan pasti lebih bahagia ya kalau bisa beli Avanza. Gantilah avanza, sebulan terasa beda. Kemudian sama lagi dengan sebelumnya, perasaan jadi biasa lagi. Ketika mulai merasa mampu membeli yang lebih tinggi yaitu inova, mulai berpikir :"Pasti lebih bahagia ya kalau pakai inova. Sudah pantas kok kami pakai inova". Dan dibelilah inova. Nambah nambah nambah beban terus. MEREKA LUPA MEMBANGUN ASET
UNTUK MASA DEPAN. Mereka mengira diri mereka adalah robot dengan baterrei yang tidak ada matinya, bisa bekerja selamanya. Apakah Anda mengenal satu saja orang yang seperti ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang Spam Dan Berkomentarlah Dengan Sopan

Back To Top